Sejumlah aksi teror bom kembali menguncang Jakarta dan sekitarnya dan semakin marak belakangan ini bahkan hampir disetiap propinsi. Ancaman paket yang berisi bahan peledak ini sengaja dipaketkan seseorang untuk membuat kepanikan dan teror dimana-mana. Kembalinya aksi terror bom yang marak belakangan ini jelas mempengaruhi kondisi psikoklogis masyarakat, hal ini membuat trauma bagi masyarakat untuk menerima paket yang berisi kiriman barang tertentu. Modus serta paket kiriman yang berisi paket bom tersebut hampir sama, awalnya paket tersebut berisi buku dan surat yang di tujukan ke seseorang yang dianggap selama ini sebagai “musuh-musuh Islam”. Paket pertama yang berisi surat serta buku yang dipasangi bahan peledak tersebut di tujukan kepada Ulil Abshar Abdalla, Koordinator Jaringan Islam Liberal yang di tujukan ke alamat Jalan Utan kayu Nomor 68H, Jakarta Timur, paket buku yang berisi bahan peledak tersebut juga di kirimkan kepada Kalakhar BNN Gories Mere, kemudian paket buku yang berisi bahan peledak itu juga di tujukan kepada Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto Soeryosoemarno, kemudian paket buku yang berisi bahan peledak itu juga di tujukan kepada Ahmad Dani, serta di kawasan Kota Wisata Cibubur yang jaraknya cukup dekat dengan kediaman Presiden SBY.
Modus serta isi dari paket teror bom tersebut hampir semua sama, dengan mengirimkan surat serta buku yang telah di pasangi peledak, namun saat ini teror tersebut semakin meluas kemana-keman. Salah satu paket berisi peledak tersebut menelan korban, paket yang menelan beberapa korban itu adalah paket yang ditujukan kepada Ulil coordinator JIL. Peket buku yang berisi peledak tersebut meledak ketika di buka oleh Kepala Satuan Serse Jakarta Timur Komisaris Polisi Dodi Rahmawan sehingga menyebabkan lengan Komisaris Polisi Dodi Rahmawan hancur akibat ledakan paket bom di Kantor Berita 68H, Jalan Utan Kayu, Jakarta Timur. Sulit diprediksikan akan ada berapa bom lagi beredar di Ibu Kota. Sebab nyatanya Badan Intelijen Negara masih kebobolan melacak keberadaan teror bom selanjutnya.
Salahi Prosedur
Terkait dengan meledaknya paket yang berisi bahan peledak di kantor berita 68H Utan Kayu, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Sutarman mengakui tindakan Kasatreskrim Polres Jakarta Timur, Kompol Dodi Rahmawan menyalahi prosedur saat menangani bom yang dikirim ke kantor KBR68H. "Jadi kemarin memang masih ada miss (koordinasi) di sana pada saat itu. Mungkin saat itu di anggapnya bukan bom," kata Sutarman kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (17/3/2011). Sutarman juga mengatakan tidak hanya Polres Jakarta Timur yang nantinya akan di evaluasi, tetapi satuan Brimob yang membawahi detasemen Gegana juga akan di evaluasi. "Seluruhnya kita evaluasi karena sebetulnya kan kita punya prosedur tetap (Protap) juga," katanya.
Kapolda juga akan memintai keterangan dari Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan terkait tindakannya yang berusaha menjinakkan bom saat itu, termasuk siapa yang mengarahkan Dodi untuk menyiram bom dengan air, akan dimintai keterangan. Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi juga mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan telah menyalahi SOP. "Sementara kesimpulannya demikian (melanggar SOP), karena masalah bahan peledak ditangani oleh Jihandak (Unit Penjinak Bahan Peledak)," ujar Komjen Pol Ito Sumardi kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (16/3/2011). Ito juga membantah bahwa tim Gegana terlambat ketika kejadian di kantor 68H Utan Kayu.
Pengalihan Isu
Sementara itu maraknya aksi teror bom yang kini marak terjadi diyakini oleh para pengamat intelejen merupakan salah satu bentuk pengalihan isu nasional yang sedang berkembang sebelumnyaseperti seperti kasus Century, kasus Gayus Tambunan, hingga isu yang diungkapkan WikiLeaks. Sejumlah kalangan bahkan menilai, kejadian ini sebagai upaya pengalihan isu dari pemerintah untuk menutup pemberitaan Presiden SBY yang tengah diserang pemberitaan WikiLeaks. Anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menduga rentetan teror bom buku yang terjadi kemarin merupakan pengalihan isu dari reshuffle kabinet pemerintahan SBY-Boediono. " Ini pengalihan isu dari hiruk pikuk reshuffle yang sekarang ini sedang menjurus ke titik jenuh kelihatannya saja di permukaan tenang padahal di dalamnya tidak tenang. Kita khawatir hiruk pikuk seperti itulah membuat 3 kejadian terjadi dalam 1 hari yakni teror bom itu, walaupun memang kelihatan daya ledaknya rendah." ujar Trimedya saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/3/2011).
Sementara itu Ketua DPR Marzuki Alie juga meyakini bahwa ada motif politik di balik peristiwa teror bom yang akhir-akhir ini marak. "Teror itu tak melihat siapa korbannya. Targetnya politik, motifnya politik. Semua teror itu kan tujuannya politik. Tapi ada apa di balik itu, itu yang perlu diungkapkan," ungkapnya usai salat Jumat di Gedung DPR RI, Jumat (18/3/2011). Sementara itu DPR juga telah memanggil KAPOLRI serta Kepala BIN terkait dengan maraknya ancaman bom yang saat ini terjadi.
Kepala BNPT Ansyaad Mbai menyatakan aksi teror bom yang terjadi beberapa hari belakangan ini bukanlah bentuk pengalihan isu. "Sama sekali tidak benar, kalau terjadi begini justru pemerintah yang dirugikan," ujarnya usai diskusi bertajuk 'Setelah Bom Buku, Terbitlah Isu' di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 19 Maret 2011. Sementara itu, Kepala Badan Intelejen Negara( BIN ) Sutanto mengaku kesulitan dalam penanganan teror. "Penanganan teror yang sifatnya individu enggak mudah, tentu akan sulit diketahui kapan," ucap Sutanto. Sementara itu polemik akan direvisinya UU anti Terorisme juga semakin ramai di bicarakan dikalangan anggota dewan. Hal ini senada dengan ke inginan ketua BNPT agar undang-undang anti terorisme yang ada pada saat ini direvisi, hal itu dipandang perlu untuk meningkatkan kewenangan intelejen. Sebenarnya BNPT telah mengajukan revisi UU Terorisme ini sejak badan tersebut masih berstatus Desk Anti Teror dibawah Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. Sampai saat ini usulan itu kini masih dibahas dalam Kelompok Kerja (Pokja) revisi UU Terorisme di Kementerian Hukum dan HAM.
0 komentar:
Posting Komentar